
Di dunia media sosial yang serba cepat dan penuh persaingan, membangun kepercayaan publik bukanlah perkara mudah. Tapi kisah seorang food blogger bernama Nadya Prameswariโyang kini dikenal sebagai @MakanBarengNadya di Instagram dan TikTokโmenunjukkan bahwa konsistensi, kejujuran, dan cinta pada makanan bisa menjadi pondasi kuat untuk menjelma menjadi seorang influencer kuliner dengan lebih dari 500.000 pengikut setia.
Berawal dari sekadar hobi mencicipi jajanan kaki lima dan mencatat ulasan di blog pribadi, Nadya kini menjadi salah satu suara paling dipercaya dalam dunia kuliner digital Indonesia. Brand ternama antre bekerja sama dengannya, restoran mengundangnya untuk review eksklusif, dan pengikutnya menganggap rekomendasinya sebagai โkitab wajibโ sebelum makan di luar.
Inilah kisah tentang perjalanan penuh perjuangan dan dedikasi dari seorang food blogger rumahan yang kini menjelma menjadi influencer profesional di jagat kuliner digital.
Awal Mula: Hobi yang Tak Sengaja Menjadi Profesi
Tahun 2015, Nadya adalah seorang mahasiswi jurusan komunikasi yang juga bekerja paruh waktu sebagai barista. Di sela kuliah dan kerja, ia suka jalan-jalan kuliner ke berbagai tempat makan murah meriah di Jakarta. Mulai dari nasi uduk pinggir jalan, bakso gerobak, hingga warung kopi tua di gang sempit.
Ia gemar menulis ulasan dan memotret makanan dengan ponsel lamanya. Semula, tulisan-tulisannya hanya disimpan di blog pribadi dengan tampilan sederhana. Ia menulis dengan jujurโbukan sekadar enak atau tidak, tapi juga menceritakan suasana tempat, kehangatan penjual, harga, dan bahkan detail seperti piring rotan atau sambal yang dibungkus daun pisang.
Yang membuat pembaca betah adalah gaya bahasanya yang lugas, hangat, dan relatable. โRasanya kayak baca cerita dari sahabat sendiri,โ tulis salah satu pembaca di kolom komentar blognya.
Dari Blog ke Instagram: Transisi yang Menentukan
Pada 2017, Nadya mulai aktif memindahkan konten ke Instagram. Ia menyadari bahwa audiens digital mulai bergeser dari tulisan panjang ke format visual yang cepat dan dinamis. Ia mencoba belajar dasar fotografi makanan, menggunakan cahaya alami, dan bereksperimen dengan angle.
Postingannya sederhana: satu foto makanan, satu caption cerita. Tapi engagement-nya terus naik. Tak hanya karena makanannya menarik, tetapi karena cerita di balik setiap hidangan terasa jujur dan hidup.
Misalnya, saat mengulas bubur ayam Mang Rojak di Cikini, ia tak hanya menulis rasanya gurih dan topping-nya banyak. Ia menceritakan bahwa warung tersebut sudah buka sejak 1989, diwariskan dari ayah ke anak, dan pelanggan setianya datang dari luar kota. โSaya jadi merasa seperti bagian dari cerita itu,โ tulis salah satu followers di kolom komentar.
Konsistensi dan Kejujuran: Dua Pilar Kepercayaan
Seiring waktu, tawaran kolaborasi mulai berdatangan. Tapi Nadya memegang teguh dua prinsip: tidak merekomendasikan makanan yang tidak ia nikmati sendiri, dan menyampaikan kritik secara membangun dan sopan.
Ia menolak banyak tawaran endorse yang meminta ulasan palsu atau berlebihan. โFollower-ku bukan angka. Mereka orang nyata yang mempercayai apa yang aku katakan. Kepercayaan itu nggak bisa dibeli,โ tegasnya.
Konsistensi inilah yang menjadi fondasi kuat pertumbuhannya. Ia rajin mengunggah konten minimal 3 kali seminggu, merespons komentar, dan membuat sesi Q&A atau polling untuk melibatkan pengikutnya. Di sinilah Nadya bukan hanya seorang food reviewer, tapi juga menjadi teman makan virtual bagi ribuan orang.
Melejit Lewat TikTok: Video, Cerita, dan Ekspresi Asli
Tahun 2020, saat pandemi membuat semua orang lebih banyak di rumah, Nadya mulai bereksperimen dengan TikTok. Ia membuat video pendek berisi review makanan dengan narasi suara khasnyaโlembut, lucu, dan jujur. Konten โJajan Rp15 Ribu Tapi Serasa Surgaโ menjadi viral dengan lebih dari 3 juta tayangan.
Yang menarik, ia tidak mencoba menjadi orang lain. Nadya tetap tampil apa adanya: kadang pakai daster, tanpa makeup berlebihan, dan tidak malu-malu saat makan lahap di depan kamera. Di sanalah pesonanya justru bersinarโotentik, hangat, dan menghibur.
Dalam waktu setahun, jumlah followers TikTok-nya melampaui 300.000. Ia juga mulai diundang ke berbagai program kuliner online, talkshow UMKM, hingga menjadi mentor konten kreator pemula.
Dari Influencer ke Brand Ambassador
Dengan kredibilitas yang terus meningkat, banyak merek mulai melihat Nadya bukan sekadar endorser, tapi duta merek (brand ambassador) yang merepresentasikan nilaiโbukan hanya angka jangkauan.
Beberapa kerja sama besarnya termasuk:
- Brand saus lokal yang ingin menjangkau pasar Gen Z dan ibu rumah tangga.
- Platform delivery makanan yang menjadikan Nadya sebagai wajah kampanye Ramadan.
- UMKM kuliner yang menggandeng Nadya untuk membuat konten dokumenter singkat โDari Dapur ke Digitalโ.
Semua kerja sama itu dilakukan dengan pendekatan storytelling, bukan hanya jualan. Ia akan datang ke dapur pemilik usaha, mewawancarai mereka, dan menceritakan perjuangan di balik usaha kuliner tersebut. Hasilnya? Engagement tinggi, kepercayaan naik, dan banyak usaha kecil yang omzetnya meningkat berkat konten Nadya.
Mengelola Konten Sebagai Profesional
Kini, Nadya telah memiliki tim kecil yang membantunya mengelola kontenโdari editor video, fotografer freelance, hingga manajer kerja sama brand. Meski begitu, ia tetap memegang kendali penuh pada naskah, konsep konten, dan interaksi dengan pengikutnya.
Untuk menjaga kualitas, Nadya menerapkan siklus kerja mingguan:
- Hari Senin: riset tempat makan dan konsep konten
- SelasaโKamis: produksi konten (makan, rekam, edit)
- Jumat: unggah konten unggulan & story engagement
- SabtuโMinggu: interaksi, balas komentar, dan live Q&A
Ia juga rutin mengikuti pelatihan tentang food content marketing, tren kuliner, dan algoritma media sosial agar bisa terus relevan di tengah perubahan digital yang cepat.
Dampak Sosial dan Inspirasi
Yang paling membanggakan bagi Nadya bukanlah angka pengikut, tapi dampak nyata yang ditimbulkan oleh kontennya.
Banyak pelaku UMKM melaporkan peningkatan penjualan setelah konten Nadya viral. Seorang penjual es podeng tua bahkan menuturkan bahwa โseumur hidup jualan, baru kali ini dapat antrean sampai habis sebelum jam 2 siang, gara-gara video Mbak Nadya.โ
Bukan hanya itu, banyak anak muda terinspirasi untuk mulai membuat konten kuliner sendiri. Nadya membuka kelas daring โFood Vlogging untuk Pemulaโ dengan biaya terjangkau, dan membantu puluhan kreator baru mengenal dasar produksi konten yang etis dan menarik.
Tantangan di Balik Layar
Namun tentu saja, perjalanan ini tidak selalu mulus. Nadya pernah mengalami kebuntuan ide, komentar jahat dari netizen, hingga overwhelmed dengan jadwal konten.
Ia juga sempat merasa lelah dengan tuntutan algoritma yang membuat kreator harus terus aktif agar tidak โhilang dari radar.โ Saat itu, ia memilih rehat sejenak dan menulis refleksi: โTujuan awalku adalah berbagi rasa, bukan mengejar angka. Kalau aku kehilangan rasa itu, kontenku akan kosong.โ
Refleksi ini membuat Nadya kembali ke jalur yang ia percaya: konten berkualitas, bukan kuantitas. Ia kini lebih selektif dalam memilih kerja sama, dan tidak takut mengambil waktu jeda untuk menjaga kesehatan mental.
Kesimpulan: Dari Cerita Rasa Menjadi Suara yang Didengar
Perjalanan Nadya dari seorang food blogger rumahan hingga menjadi influencer dengan ratusan ribu pengikut adalah bukti bahwa kejujuran, konsistensi, dan cinta terhadap konten bisa membangun pengaruh yang berkelanjutan.
Ia tidak sekadar menjadi pemandu rasa, tapi juga menjadi jembatan antara makanan, cerita, dan manusia. Dalam setiap suapan makanan yang ia ulas, ada cerita tentang keluarga, tradisi, perjuangan, dan harapan.
Kini, Nadya sedang menyiapkan buku pertamanya berjudul โCerita di Balik Piring: Rasa, Perjalanan, dan Inspirasiโโbuku yang berisi catatan perjalanannya sebagai food content creator dan kisah-kisah kecil dari warung sederhana yang ia kunjungi selama delapan tahun terakhir.
Tinggalkan Balasan